By: be_imoet
Di minggu pertengahan bulan Maret 2015 tepatnya. Aku sedang
berada di puncak kebimbangan menunggu sebuah kepastian dari penantian selama
kurang lebih 8 bulan. Iya, selama 8 bulan itu aku berusaha menyembunyikan dan
mengingkari adanya sepercik api yang mampu membakar seluruh tubuhku dan selalu
mengganggu ketenangan batinku setelah hampir 2 tahun membeku.
Hingga aku tak menyadari dan tak menyangka akan jadi bahan gosip
orang-orang di kampus. Kedekatanku dengan seorang cowok ternyata telah menyita
sedikit perhatian para penghuni kampus, tak hanya mahasiswa bahkan dosen pun
mengakui keberadaanku. Bagaimana tidak? Cowok yang pernah membuat aku merasa
senang, sedih, kecewa bahkan marah ternyata orang yang cukup terkenal di
fakultasku. Dia terkenal dengan sebutan ’cowok berhati batu’. Hampir semua
orang mengenal dia adalah cowok yang anti cewek.
Sebagai pendatang baru aku tak mengerti mengapa sebutan itu
begitu melekat pada dirinya. Sebut saja namanya Rizal. Dan di luar dugaan
ternyata banyak juga orang yang membenci dia. Aku tak tahu jelasnya apa alasan
mereka membenci Rizal Tiap kali aku adu argumen dengan teman-teman, mereka
selalu aja berkata
”Iya ya, dia adalah segalanya buatmu. Puji dan bela aja terus...
udahlah gak ada gunanya kita debat ma orang yang lagi jatuh cinta, susah!”
Di suatu sore...
”Makanya banyak-banyak membaca biar pinter. Wawasanmu sempit
banget sih..!” itulah kalimat yang pertama kali meluncur dari mulut Rizal saat
aku tanya tentang tugas Bahasa Inggris.
”Ihh.... Mentang-mentang pinter terus seenaknya aja ngomong ma
orang. Pantes aja banyak yang benci ini cowok. Sombong!” kataku dalam hati
dengan tetap bersabar mendengarkan ceramah Rizal yang tak mengenal arah itu.
”Udah paham?” tanya Rizal mengagetkanku.
”Udah. Thanks ya...” jawabku singkat sambil berdiri seraya mau
melangkahkan kaki, Rizal memanggilku..
”Mau kemana?” tanyanya.
”Pulang.” aku memandang wajahnya yang tersenyum.
”Tumben senyum. Ada apa nih?” tanyaku dalam hati.
”Bentar. Eh kamu tahu gak lagu-lagu terbaru sekarang?” tanyanya.
”Enggak.” aku menjawabnya dan secara tidak langsung aku kembali
duduk.
”Kalo lagu ini tahu nggak?” tanyanya lagi.
Aku mendengarkan dengan seksama lagu yang dia puter di Windows
meadia player nya. Aku menggeleng. Lalu dia bilang
”Ini lagunya Romance, judulnya Ku Ingin Kamu.”
Aku menganggukan kepala seolah-olah ngerti lagu itu. Padahal
dengar juga baru sekali ini.
”Kamu mau aku kasih lagu ini?” tanyanya tiba-tiba.
”Boleh..” jawabku sambil memberikan flashdisk biruku.
Sejak itu, hubunganku ma Rizal makin deket. Hampir tiap hari
kita ketemu dan ngobrol. Entah ngobrolin apa aja, yang pasti selalu ada topik
diskusi. Aku mulai mengenal satu per satu temen Rizal. Salah satunya adalah
Rifky. Rifky itu cowok yang sangat sangat digandrungi oleh para mahasiswi.
Mungkin malah ada fans club Rifky kali. Aku tak tahu. Orang yang bisa di bilang
masuk kategori cakep, apalagi dia jenius. Siapa sih yang gak mau deket ma dia?
Sayangnya dia itu biang gosip. Parahnya lagi aku adalah salah satu patner dia
dalam urusan gosip menggosip tentunya. Hahaha...
”Fir, ayo ikut aku. Ada yang pingin aku omongin.” ajak Rizal
tiba-tiba saat dia lewat di depanku. Aku yang lagi asyik ngobrol ma Via
langsung secepat kilat mengikuti Rizal masuk sebuah ruangan yang lumayan kecil
dan adem itu.
Aku membuka pintu berniat mengeluarkan diri dari komunitas cowok
pinter yang ada di ruangan itu, lalu
”Firaa, kemana aja sih? Aku cariin dari tadi.” ucap Rizal.
”Gak kebalik tuh? Aku dari tadi ada di sini kok.” jawabku.
Bukannya dari tadi dia nyuekin aku? Dia nongkrong gitu aja
diskusi ma temen-temannya. Entah lupa kalo ada aku atau sengaja, aku tak tahu.
”Nah, makanya jangan pergi dong Fira. Biar gak dicariin.” Rifky
ikut-ikutan. Seoalh-olah emang aku yang salah, padahal dari tadi aku berdiam
diri di deket kerumunan cowok-cowok pinter itu.
Semua langsung tertawa dengan kompaknya. Mungkin kalo ikut lomba
paduan suara komunitas kecil mereka bisa jadi juara tuh. Wah, ini membuat aku
merasa seperti seorang terpidana yang akan di eksekusi. Rizal mengajakku pindah
ruangan. Saat dia lagi curhat, Rifky dkk datang dengan rame-nya. Topik diskusi
pun berubah. Rifky si jenius cerita tentang pengalaman dia waktu ke Jogja. Dia
bertemu dengan seorang ibu yang lagi hamil saat dia naik bis. Kebetulan tempat
duduk mereka bersebelahan. Eh ibu hamil itu bilang
”Nak, kamu itu ganteng ya..”Rifky senyum tersipu malu mendengar
pujian ibu itu.
”Mau nggak kamu jadi menantu ibu?” tambah ibu itu yang melihat
Rifky tak ada komentar.
”Emm...”
”Ya, biar ibu punya anak yang ganteng.” tambah ibu itu lagi
”Lho, kok gitu kenapa bu?” tanya Rifky.
”Iya, anak ibu kan cewek semua jadi gak ada yang ganteng. Yang
masih di dalam aja diramalkan akan keluar sebagai cewek lagi.” Ucap ibu itu
sambil mengelus perutnya yang buncit.
Rifky tersenyum kecut.
”Oh, kirain bapaknya yang jelek.” komentar Rifk dalam hati.
Dengan semangat 2015 Rifky masih asyik melanjutkan ceritanya.
Dan aku baru sadar bahwa sedari tadi ada banyak pasang mata yang memperhatikan
ulahku.
”Mbak, bisa bicara bentar?” tanya seorang mahasiswi berjilbab
saat mendapati aku keluar ruangan.
”Iya, ada apa?” tanyaku heran. Aku tak kenal dia bahkan teman-teman
yang ada di sampingnya.
”Kamu kok bisa akrab gitu sih ma geng-nya Rizal?” tanya cewek
itu.
Waduh, ada apa nih? Kok mendadak aku jadi di interview gini
sih.. Aku tak menjawab.
”Secara gitu lho, kamu kan orang baru di sini. Kok bisa sedeket
itu ma Rizal?” tanya dia.
Hah?! Apa nih maksudnya? Aku memutar otak mencoba mencari
jawaban yang tepat. Sebelum aku sempat menjawab itu cewek berkata..
”Selamat ya mbak..”
Dia menjabat tanganku. Aku masih aja bengong. Ternyata cewek
yang berjilbab tadi namanya Rifa. Aku mendengar ada orang yang memanggil nama
itu, lalu dia yang merespon.
Aku menikmati semua yang telah terjadi. Hingga aku terlibat
percakapan dengan seorang cowok imut. Dia juga merupakan komunitas Rizal tapi
gak begitu ngorbit seperti Rizal dan Rifky. Namanya Kurnia. Usut punya usut
ternyata aku dan Kurnia sepantaran dan atas persetujuan dia akhirnya aku
manggil dia ”Bro”.
Tak di sangka dan tak di duga itu adalah awal renggangnya
hubunganku ma Rizal.
”Ehm.. ehm... wuei... ce ile...” ucap segerombolan cowok yang
lewat. Aku dan Kurnia yang sedang duduk santai di pojok sebuah ruangan cuma
nyengir. Di samping itu ada juga sekelompok cewek yang melihat sinis ke arah
kami. Aku baru menyadari kalo ternyata banyak juga cewek yang ngefans ma
Kurnia.
”Eh, ternyata bro banyak yang ngefans ya?” tanyanku menggoda.
Kurnia tersenyum dengan manisnya.
”Nggak kalah dengan Rifky dan Rizal kan? Walo gak sebanyak fans
mereka.” lalu mencibir.
Aku dan dia tertawa bebarengan. Tiba-tiba….
”O..o… kamu ketahuan?!” Nyanyian Rifky mengagetkan kami berdua.
Ternyata acara nobar filmnya sudah usai.
Waktu aku dan Kurnia menoleh, Rizal langsung buang muka.
”Jadi selama ini?” ejek Rifky.
”It does not like what you see!” jawab Kurnia ketus. Rizal masih
memandangi langit-langit putih ruangan itu. Sedang aku hanya senyum. Rifky
melangkahkan kaki keluar ruangan. Rizal pun ikut berjalan, namun arah Rizal
berbalikan dengan Rifky. Menyadari hal itu Rizal pun bergegas balik arah.
”Eh gimana?” tanyaku setelah jejak mereka hilang dari hadapan
kami.
”Ihh… Kelihatan banget gitu kok kalo Rizal ada rasa ma kamu.
Mukanya masam semasam jeruk nipis.” lalu kita tertawa ngakak.
”Iya bro bisa bilang gitu tapi sayang dia gak ngasih aku
kepastian.” ucapku.
Satu minggu kemudian, waktu aku dan Kurnia bertemu, Rizal
langsung menghampiri kami.
”Mulai hari ini kalian saya restui.”
Aku dan Kurnia berpandangan. Walo tanpa sepatah katapun kami
saling tahu bahwa kami sama-sama tak mengerti maksud ucapan Rizal.
Rizal berdiri di tengah-tengah kami yang lagi duduk.
”I pronounce you to be a husband and wife.” Lanjut Rizal. Aku
dan Kurnia semakin tak mengerti.
“What did you say?! You don’t have right to say like that!. You
are neither her relative nor the chief!” Kurnia menimpali dengan ketusnya.
Perlahan-lahan Rizal menghilang dari pandangan kami. Aku dan
Kurnia saling pandang dan tersenyum kecut. Kali ini senyumanku tak serasa jeruk
nipis saja, namun senyuman dengan resep asem+jeruk nipis+cuka di campur jadi
satu. Sepertinya Kurnia tahu betapa perihnya batinku.
Kurnia mengajakku pergi dari tempat itu.
Aku sudah membulatkan tekad untuk bertanya pada Rizal, bagaimana
perasaan dia terhadapku. Dan bodohnya, aku bertanya lewat telepon. Jadi aku gak
tahu dan gak pernah lihat ekspresi wajah Rizal. Dia menjawab pertanyaanku
dengan nada yang tegas. ”Hubungan kita hanya sebagai senior dan junior. Kita
teman!”
Pingin rasanya aku nangis seketika. Rizal melanjutkan.
”Kemarin Kurnia juga udah tanya ke aku. Ya jawabanku sama dan
masih tetap. Kalo misalnya besok-besok ada yang melamar kamu ya gak pa-pa. Aku
gak masalah. Eh iya, kenapa kamu gak jadian ma Kurnia aja?”
”Aku sama bro, maksudku Kurnia gak ada apa-apa. Aku menganggap
dia udah seperti kakakku sendiri. Dia adalah teman curhatku.” aku kebingungan
mau menjawab gimana.
”Eh, eh kalo mang kamu dan Kurnia ada apa-apa juga gak pa-pa
kok.” ucapnya lagi sambil tersenyum.
Aku merasa bosan dia berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
Akhirnya aku mnyudahi ketololanku itu.
Lima detik kemudian aku menghubungi Kurnia, konfirmasi kenapa
dia tidak cerita padaku kalo dia telah tanya ke Rizal. Kurnia menceritakan
semua dan dia minta maaf karena tidak langsung menghubungiku saat itu.
Lilin yang tadinya berdiri dengan tegaknya pun meleleh. Air
mataku pun tak mau kalah bersaing, dia terus mengalir membanjiri pipiku. Dan
aku tak tahu bagaimana kelanjutan kejadian itu hingga aku terbangun di pagi
harinya.
Waktu Ujian Tengah Semester aku merasa bahwa sikap Kurnia
berubah padaku. Tiap kali aku berusaha ngajak ngobrol dia di kampus, dia hanya
bilang ”Sorry, someone is waiting for me.”
Aku pun memutuskan tanya sama dia lewat sms karena aku telfon
tidak di angkat.
”Sorry. Kamu perlu tau bahwa sekarang aku lagi dekat sama
seseorang. Aku tak ingin dia salah paham dan aku ingin menjaga perasaannya.
Kita masih tetap berteman.”
Seketika air mataku pun keluar perlahan-lahan. Aku merasa hampa.
Kini aku kehilangan dua orang yang aku sayangi. Sejak itu aku tak lagi
menghubungi Kurnia. Semua teman dekatku pun membenci mereka berdua.
”Udahlah Fir, anggap aja kamu tak pernah kenal dengan mereka.”
ucap Erika.
”Itu artinya mereka tak layak dekat denganmu karena kamu terlalu
baik untuk mereka.” lanjut Rifa.
”Jangan down. Harus tetap semangat dong?! Kamu masih punya
kita.” tambah Via.
”Mana Fira yang ceria, ramah dan selalu membuat orang tertawa
itu?” ucap April tak mau kalah berargumen.
Karena merekalah aku hampir aja lupa dengan sakit hatiku dan aku
mulai semangat lagi melanjutkan perjuangan hidup, tiba-tiba...
Aku melongo melihat seorang cewek yang lagi jalan ma Rizal.
Ternyata dia adalah Tyas. Tyas orang yang pernah lumayan dekat denganku.
”Nggak ada cewek lain apa?” ujar teman-temanku dengan sewotnya.
Aku hanya tesenyum sinis.
”Pingin banget aku hadang Rizal lalu aku tonjok dia!” ucapan Via
mengagetkan kami. Setahu kami Via adalah orang yang gak bisa marah. Erika,
Rifa, juga April masih sibuk berargumen.
”Gimana kabar hatimu sekarang non?” tanya Rifky di smsnya.
Rifky adalah orang yang tak punya masalah denganku dan dia tahu
semua perkembanganku. Aku menoleh, ternyata ada Rifky di belakang yang sedari
tadi memperhatikanku. Kami pun tersenyum.
”Tabahkan hatimu ya non..” lanjut smsnya.
Ternyata dalam satu bulan aku harus kehilangan dua orang yang
aku sayang sekaligus. Betapa pedih dan rapuhnya hatiku menerima kenyataan
hingga aku merasa enggan membuka hatiku untuk orang lain.
Special for someone who ever fill my heart every time and
someone who want I call bro, I love till the end of the world.
Untuk nama-nama yang tertulis, maaf ya gak izin dulu sama
kalian.. hehe
mari berkreasi wahai jiwa muda penerus bangsa...
jangan lupa like & komen yaaa
himaexa@gmail.com