![](https://scontent-sin1-1.xx.fbcdn.net/hphotos-xal1/v/t1.0-9/313727_474599305937852_658178874_n.jpg?oh=2aab68436007f9573d94c170be2942d9&oe=56E079DD)
K.H. M. Ilyas Ruhiat
Mohamad
Ilyas lahir pada 31 Januari 1934. Ia putra pasangan Ajengan Ruhiat dan
Siti Aisyah. Ilyas hanya nyantri di Cipasung. Sejak kecil, ia
berpembawaan tenang dan sejuk, namun kharisma dan kecerdasannya diakui
oleh para ulama di kalangan NU dan non-NU. K.H. Ilyas memulai kariernya
di organisasi NU sejak 1954, terpilih sebagai ketua NU Cabang
Tasikmalaya. Saat itu ia merangkap ketua Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama
Jawa Barat. Tahun 1985-1989, ia menjadi wakil rais Syuriah NU Jawa
Barat.
Tahun
1989, saat muktamar NU di Krapyak, Ilyas terpilih menjadi salah seorang
rais Syuriah PBNU. Puncaknya, tahun 1994, pada muktamar ke-29 NU yang
berlangsung di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, ia terpilih menjadi rais
am PBNU, mendampingi K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai ketua
umum PBNU. Pada saat muktamar NU di Krapyak, K.H. Ilyas menjadi salah
satu anggota rais Syuriah PBNU. Kemudian, sejak Musyawarah Nasional dan
Konferensi Besar NU di Bandar Lampung tahun 1992, ia ditunjuk sebagai
pelaksana rais am Syuriah NU, menggantikan Rais Am K.H. Ahmad Siddiq,
yang wafat. Kemudian, ia kembali menjadi rais am untuk periode
berikutnya, 1994-1999.
K.H. Ilyas menikah dengan Hj. Dedeh Fuadah, dan memiliki tiga anak.
K.H.
Muhammad Ilyas Ruhiat, atau kerap disebut “Ajengan Ilyas”, adalah sosok
yang sangat santun, lembut, mengayomi, dan menebarkan aura kesejukan.
Kepribadiannya mencerminkan tipikal ulama NU sejati: penuh toleransi,
bersahaja, dan gandrung pada kedamaian.
Potret
kesejukan Kiai Ilyas Ruhiat semakin mengemuka ketika NU diguncang
prahara usai Muktamar Cipasung tahun 1994. Ketika itu perhelatan lima
tahunan tersebut berakhir dengan pecahnya kepengurusan PBNU ke dalam dua
kubu, pro Gus Dur dan pro Abu Hasan. Bahkan, kelompok kedua itu sempat
mengadakan muktamar luar biasa di Asrama Haji Pondok Gede. Lima tahun
kemudian, dengan pendekatannya yang menyejukkan, perlahan warga NU
kembali bersatu. Ketika merasa tugasnya untuk menyatukan jam`iyah sudah
selesai, bapak tiga anak ini kemudian mengundurkan diri pada Muktamar
Lirboyo 1999. Ajengan Ilyas lebih memilih kembali mengajar di
pesantrennya di lereng Gunung Galunggung. Ajengan Ilyas wafat pada
Selasa 18 Desember 2007. Pengasuh Pesantren Cipasung, Singaparna,
Tasikmalaya, Jawa Barat, ini berpulang ke hadirat Allah SWT dalam usia
73 tahun.
No comments:
Post a Comment