Atur acara api unggun


           
          Ditengah keheningan malam.......... bersana bulan dan bintang yang bertaburam............ bersama pula alunan sangka kala yang membahana dibelantara bumi persa dan nusantara............ terdengar........... sayup sayup dari kejauhan........... terdengar pula!!! Terap langkah pemuda pemudi indonesia......... berduyun........... berbaris...... berdatangan penuh dengan kasih dan sayang..........
            Sebagai tanda persaudaraan, mereka berkumpul bersama, mengerumuni onggokan kayu unggun yang siap akan diyalakan.
Dengan langkah yang penuh dengan keyakinan....... dengan penuh langkah yang penuh keteladanan dan kegagahan sang senopati memimpin jalannya api unggun ( pemimpin meyiapkan pasukan)
            Dalam suasana yang penuh keakraban ini........datanglah kakak pembina meyatu dalam lingkran persaudaraan ( pembina menempatkan diri)
Merasa diperhatikan dan merasa tentram pemimpin dan rekan rekan nya menyambut kehasiran kakakpembina dengan ungkapan untuk saling hormat(pemimpin memimipin perhatian!!! Saling hormat........ gerak)
                            ( setelah itu laporan kepada pembina upacara)
            Untuk mengawali acara ini, kakak pembina mengajak adik adiknya berdoa seraya memohon kepada tuhan yang maha agung agar senantiasa kita mendapatkan petunjuk dan perlindungannya.
(pembina memimpin doa.....berdoa mulai)
Saudara saudaraku........ kita semua adalah insan....... mari kita renungkan bersama, apa........ yang tersirat dan tersurat dalam sekapur sirih. Pembacaan sekapur sirih


            Kakak kakak dan saudara saudara marilah !!!! kita sembouyan bersama untuk mengawali kesanggupan kita semua. Satya ku kudharmakan dharmaku kubaktikan. Mari berapi unggun bersama ing ngarso sung tulodho. Kakak pembina mengawali dan menyalakan obor satya sebagai janji seorang pramuka.
(pasukan obor dasa dharma dan tri satya memasuki lapangan dan menempatkan diri dan membentuk lingkaran.
            Api dinyalakan oleh pembina

KAYU TELAH TERBAWA
API DINYALAKAN
ASAP MENGEPUL DI ANGKASA
MEMBENTUK LINGKARAN
KITA BERKERUMUN
DISEKITAR API UNGGUN

Dharma satu sampai 10. Satyaku kudharmakan dharmaku kubhaktikan. Penyalaan api unggun
Pasukan diistirahatkan oleh komandan upacara.

Amanat Pembina Upacara Pasukan Di Istirahatkan
Amanat Selesai Pasukan Disiapkan
Menyanyikan Lagu Syukur
Do’a
Laporan Kepada Komandan Upacara Bahwa Upacara Telah Selesai
Penghormatan Kepada Pembina Upacara
Pembina Upacara Di Perkenankan Meninggalkan Lapangan Upacara
Upacara Selesai Pasukan Di Bubarkan


cobtoh teks do'a upacara

DO’A
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ .
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ . حَمْدَ النَّاعِمِيْنَ .  حَمْدَ الشَّاكِرِيْنَ .
اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد.
Dengan memanjatkan puji syukur Alhamdulillah, dan dengan rasa terimakasih, kami bersyukur mensyukuri nikmat karuniaMU yang telah engkau limpahkan kepada kami.
Ya Allah tuhan kami, keluarkanlah kami dari gelapnya perasaan takut yang timbul dalam gati kami, dan limpahkan lah kepada kami kemulyaan dengan cahaya kecerdasan dan bukakanlah hati kami untuk mengetahui ilmu yang benar dan mudahkanlah bagi kami pintu karuniaMU wahai Dzat yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Ya Allah tuhan kami, berilah kami kekuatan iman agar kami kian mampu memikul amanah yang telah engkau percayakan kepada kami.
Ya Allah tuhan kami, ampunilah dosa kami dan dosa bangsa kami, dan rindloilah pembanguinan yang sedang kami lakukan untuk mengisi kemerdekaan Bangsa dan Negara kami.
رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَة . وَ فِى الْآخِرَةِ حَسَنَة . وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

آمِيْن يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ

SEKAPUR SIRIH API UNGGUN


DIMALAM YANG HENING INI KITA SEMARAKKAN DENGAN MENYALAKAN API UNGGUN, NAMUN SEBELUM API UNGGUN KITA NYALAKAN, MARI KITA DENGARKAN DAN KITA HAYATI BERSAMA, APA YANG TERSURAT DAN TERSIRAT DALAM SEKAPUR SIRIH INI ......

SEKAPUR SIRIH API UNGGUN ......
ENTAH KAPAN LEGENDA INI TERJADI ......
KISAH SUAMI ISTRI HIDUP DITENGAH HUTAN ......
AKAR DAN DAUN SERTA RANTING KERING MEREKA KUMPULKAN ......
PENGHANGAT TUBUH DITENGAH MALAM ......
UNTUK MENGUSIR BINATANG BUAS ......
ROMANTIKA HIDUP IA LAKUKAN ......

SHOLAT DAN IBADAH TAK PERNAH MEREKA TINGGALKAN ......
IMAN DAN TAKWA SEBAGAI BEKAL HIDUPNYA ......
RINTANGAN, HALANGAN TAK PERNAH MEREKA PEDULIKAN ......
IA INGAT BAHWA HIDUP ITU BERSIFAT SEMENTARA, MAKA ......
HINDARILAH PERBUATAN ANGKARA MURKA ...
KALAU TAK INGIN KENA LAKNAT API NERAKA ...

ALLAH LAH YANG MAHA MENGETAHUI ......
PERKARA HIDUP DAN MATI TIADA YANG MENGERTI ......
ITULAH MANUSIA SEJATI ......

UNGGUNG BERKOBAR MEMBAWA SEMANGAT HIDUPNYA ......
NANTIKAN SELURUH CITA-CITANYA ......
GALANGLAH PERSATUAN DAN KESATUAN DIANTARA KITA ......
GUNA TETAP TEGAKNYA TANAH AIR INDONESIA ......
NIATMU ... NIATKU ... NIAT KITA SEMUA ......

KATAKANLAH ... KATAKANLAH... DENGAN SESUNGGUHNYA ,
YANG BENAR ... PASTIKAN BENAR, YANG SALAH ... PASTILAH SALAH
MAJU TERUS PANTANG MUNDUR ...
DEMI GERAKAN PRAJA MUDA KARANA ...
MARILAH SEMUA,...SEMBOYAN BERSAMA...
TIRUKAN SAYA...

“SATYAKU KUDARMAKAN,.... DARMAKU ,,,KUBAKTIKAN”

LELAKI MEMULAI SALAM KEPADA PEREMPUAN


S. apakah sunnah bagi laki-laki memulai salam kepada orang perempuan. Apakah tafsilnya?
J.
v  sunnah : bagi lelaki memulai salam kepada perempuan, apabila perempuan itu sendiri, atau ada hubungan mahram atau  jariyahnya atau nenek-nenek yang telah lanjut, dan tidak menimbulkan asmara, atau kepada wanita yang baik pebuatannya.
v  makruh : memulai salam dengan perempuan yang masih menimbulkan asmara dan tidak berombongan, serta dengan wanita-wanita  yang  baik  perbuatannya.  
v  Boleh : memulai salam, apabila pemberi salam berombongan dengan lelaki, walaupun si perempuan tidak berombongan dengan para wanita yang baik perbuatannya.

Keterangan, dalam kitab:
1.      I’anah al-Thalibin
2.      Mughni al-Muhtaj

himaexa@gmail.com

CERPEN Yang Tak Termaafkan

by: be_imoet
Kriiiiiiiing......... suara alarm di HPku yang sengaja aku pasang pada jam 03.00 pagi membangunkanku dari tidurku yang sungguh tak nyenyak. Aku bergegas membangunkan Duwik yang sebelumnya sudah pesan agar dibangunkan. Eh, bukannya bangun malah dia bilang “Sudah bangun.” Lalu kembali tidur lagi. Duh, ni anak bener-bener kelewatan. Aku cuma bisa menggeleng. Sial! Gara-gara dia aku tidak bisa tidur lagi. Dengan bermalas-malasan tepat jam 04.45 aku bangun.
Hari yang cukup cerah. Dan aku harus bangun pagi karenanya, padahal aku males banget bangun pagi. Kalo boleh bilang I HATE GET UP EARLY! Entah kalian setuju atau tidak itu urusan kalian. Bangun pagi, mandi pada hawa yang dingin ini lalu berkemas untuk siap-siap pergi ke luar kota. Jam 05.15 aku sudah berada di tempat yang di tunjuk seorang teman saat kami ngatur janji semalam. Kurang lebih 20 menit aku menunggu kedatangannya, dan akhirnya muncul juga tuh orang. Lalu kami naik ke atas bus ke kota tujuan. Iya, kota yang tidak aku harapkan. Benar-benar bukan kota idaman. Jalur lalu lintas yang padat, bus yang penuh sesak dan bikin gerah.
Aku melihat sekelilingku tertidur dan suasana di dalam bus menjadi sepi.
“Duh, ini pada kesirep apaan ya kok pagi-pagi gini di bus yang penuh sesak ini pada bisa tidur?” ucapku dalam hati. Wah, bosen banget nih.... mau ngajak ngobrol siapa? Seorang teman yang duduk disebelahku pun ikut tidur, lalu aku menyibukkan diri dengan HPku, mencoba menikmatinya dengan apa adanya selama kurang lebih satu setengah jam.
Dengan bau air got yang menusuk hidung, aku masih sempat mencium wangi bau makanan di terminal sesaat setelah kami sampai. “Laper....” Kataku manja yang aku tujukan kepada seorang teman sambil memegangi perutku. Teman yang lain menawariku untuk sarapan terlebih dahulu sebelum kami melanjutkan perjalanan ke tempat yang dituju. “Tidak, aku rasa aku tidak akan merasakan kelezatan makanan di tempat seperti ini.” Ujarku. “Tapi ya terserah dia..” Lanjutku. Ucapan yang jelas aku tujukan kepada seorang lainnya. Iya, aku lupa bilang bahwa kami pergi bertiga. Sebenarnya dua orang temanku pergi ke kota itu untuk suatu urusan yang agak penting dan dengan tidak direncanakan semula, aku ikut dengan mereka dengan tujuan akan menemui kakakku untuk mengambil sebuah barang berharga. Iya, aku bilang berharga karena barang itu adalah salah satu aset demi berlangsungnya masa depanku yang belum sempat terbayang olehku.
Akhirnya kami memutuskan melanjutkan perjalanan dengan menaiki bus selanjutnya. Kami turun di tengah kota, lalu kami berjalan kaki sambil menikmati udara yang lumayan sejuk belum tercemar banyak polusi di pagi itu. Iya, jam 07.30 kami sampai di tempat tujuan. Di sebuah universitas ternama di negeri ini yang merupakan salah satu universitas favorit di kota itu. Wuih, ternyata berderet makanan tersedia di pinggir jalan sepanjang jalan kenangan, eh bukan maksudku jalan menuju kampus itu.
Aku yang sudah tak tahan lapar pun melirik tulisan-tulisan yang tertera di gerobak dorong si penjual. Nah, akhirnya berhenti juga... Agam (seorang teman laki-lakiku) menawariku untuk sarapan. Setelah agak lama, aku memutuskan ikut makan walaupun aku tidak terlalu suka menunya. Iya, bubur ayam sebagai santapan pagi itu dari pada nanti aku kelaparan sendiri.
Aku tidak suka suasana yang sepi. Aku iseng menghitung tukang pos yang lewat karena kebetulan kami makan di dekat kantor pos. Mungkin bagi mereka aku adalah makhluk yang malu-maluin atau kurang kerjaan, tapi aku tidak malu, aku hanya berusaha mencairkan suasana aja.
Selesai makan kami melanjutkan perjalanan. Aku menggandeng seorang teman lainnya, perempuan, namanya Ina. Jalanan sudah mulai ramai. Mobil-mobil berlalu lalang disana. Ina dan Agam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris dan aku pun mencoba ikut nimbrung di tengah-tengah mereka. Setelah hampir sampai di tempat tujuan yang sebenarnya, Agam melontarkan pertanyaan terhadapku “Kamu gimana ini? Mau kemana?”
“Udah gampang, ntar aja. Aku ngikut.” Jawabku
Akhirnya berhenti juga jalan kakinya, sudah sampai di Fakultas Sastra tempat dimana diadakan workshop.
“Kamu gimana? Mau jalan-jalan ke Mall dulu? Atau gimana?” tanya Ina
“Hah? Jalan-jalan? Aku kan gak tahu daerah sini.” Jawabku.
“Yach, you can call me anytime.”
Aku melihat ke arah Agam.
“Katanya janjian ketemu sama kakak sepupumu?” tanyanya.
“Iya, masih nanti siang. Jam segini mereka masih kerja.”
“Lha terus? Apa kamu mau ikut acara ini?” tanyanya lagi. Sepertinya dia mengharapkan jawaban ‘tidak’ dariku tapi aku malah memutuskan ikut acara mereka dengan mengeluarkan uang lima puluh ribu rupiah untuk mendaftar. Pengeluaran yang tak terencana tapi lumayanlah gak mahal-mahal amat. Dapat fasilitas buku dari pembicara, snack, makan siang, dan air mineral. Gak apa-apalah, dari pada I do nothing dan gak tahu harus ngapain.
“Gimana?” tanya Agam menoleh ke belakang. Aku sengaja mengambil tempat duduk di belakang Agam karena Ina sudah duduk disampingnya.
“Nanti kalau acaranya udah selesai aku di suruh menghubunginya lagi.”
Tema workshop hari itu adalah “Menulis Cerpen dan Novel”. Wah, pas banget nih, aku juga suka nulis. Dan emang benar, ternyata banyak hal yang sebelumnya tidak aku ketahui aku dapatkan. Terutama bagaimana cara menulis disaat pikiran kita lagi buntu dan yang terpenting adalah cara menumbuhkan semangat untuk menulis itu sendiri.
Aku memperhatikan Ina asyik ngajak ngobrol, cerita kesana-kemari dengan Agam. Aku bingung harus gimana. Aku menyibukkan diri lagi dengan sms teman-teman gilaku. aku bicara seperlunya aja ma Agam bahkan nunggu dia mengajakku bicara duluan atau aku bicara lewat sms karena aku tidak mau dianggap mengganggu mereka berdua yang lagi asyik ngobrol.
Acara diskusi sesi pertama selesai, waktunya menyantap jatah makan siang yang angat sederhana itu. Untuk yang kedua kalinya aku tidak selera makan, tapi apa boleh buat. Aku paksa makan paling tidak untuk mengganjal perutku karena aku tidak mau kelaparan di tempat yang cukup asing bagiku, apalagi aku juga buta tentang makanan apa yang enak di daerah situ yang bisa mengembalikan nafsu makanku. Kali ini aku tidak mau ambil resiko.
Setengah jam berlalu dan acara diskusi sesi kedua dilanjutkan. Pada sesi ini tidak banyak para partisipan yang bertanya. Mungkin karena sudah siang dan capai. Acara yang awalnya terjadwal dari jam 10 pagi dan diperkirakan selesai pada jam 1 siang ini molor satu jam. Dua menit sebelum para partisipan bubar, si pembawa acara mengumumkan bahwa sertifikat bisa langsung diambil pada panitia. Aku agak kaget juga karena memang tidak mengetahui sebelumnya akan dapat sertifikat juga. “Gak sia-sia aku ikut, ternyata ada sertifikatnya juga.” Kataku dalam hati dan tersenyum.
Aku melihat Agam mengantri di depan laptop berniat minta kopian data yang baru saja dipresentasikan oleh pembicara. Kasihan melihat si cowok kurus itu mengantri, apalagi pas jatah dia mengkopi ada kesalahan teknis pada laptopnya. Aku merasa sebel juga melihatnya dan yang aku tahu dia orang yang gampang sekali ngomel dan gak sabaran.
Aku langsung meraih HPku di dalam tas dan menelfon kakakku lagi.
“Ini dimana?” pertanyaan aku lontarkan pada Agam.
“Di Fakultas Sastra, Hayamwuruk.”
Lalu aku mengulanginya untuk memberitahukan kepada kakakku.
“Disuruh menunggu sebentar, nanti dia kemari.” Ucapku yang tidak jelas aku tujukan pada siapa tepatnya. Mereka berdua langsung mengambil tempat duduk yang berdampingan sedang aku harus duduk sendiri dan agak jauh dari mereka. Melihat mereka asyik ngobrol aku pun mendengarkan lagu-lagu yang sudah ada di my playlist di HPku dan bersms ria dengan teman-teman. Sampai akhirnya kakakku telfon dan memberitahu bahwa barang yang aku butuhkan belum selesai di instal.
Aku pun memutuskan untuk pulang saja. Dan fikiranku makin tambah ruwet. Sepanjang perjalanan aku jalan sendiri di belakang agak jauh dengan mereka. Aku menyadari bahwa aku gak mudeng dengan topik pembicaraan mereka. Ya sudah, aku menyibukkan diri lagi dengan sms dan telfon teman-teman gilaku, tepatnya agar aku merasa tidak sendirian. Lalu Agam menoleh ke belakang dan menawari untuk mampir ke masjid dulu dan aku hanya mengangguk sebagai tanda aku menyetujuinya. Di masjid itulah akhirnya tangisku pecah. Padahal sebenarnya aku ingin menahannya sampai rumah baru mau aku ledakkan, tapi ternyata air mataku tidak bisa diajak kompromi.
Aku bingung, jadi ikut pulang bareng mereka dan aku harus siap sakit hati atau aku tidur di tempat kakak? Aku mencoba menghubungi kakakku dan dia menyuruhku untuk menunggu di situ sampai jam 5 sore nanti baru dijemput, lalu aku melihat jam di HPku dan ternyata masih ada waktu satu setengah jam untuk menunggunya. Namun, akhirnya aku memutuskan untuk pulang saja, disamping itu aku merasa gak enak ngrepotin kakakku.
Keluar dari masjid kami langsung dapat bus. Ups.... ternyata sudah penuh dan terpaksalah kami bertiga beridri. Sebenarnya masih ada satu tempat duduk tersisa di depan, mereka menawariku tapi aku menolaknya. “Kalau kalian berdiri ya berdiri semua.” Kataku dalam hati. Kami turun di stasiun untuk membeli karcis karena keesokan harinya Agam akan pergi ke Jakarta. Aku melihat si Ina nempel terus pada Agam. Aku memilih berdiri agak jauh dari mereka supaya mereka tidak merasa terganggu. Aku pun sibuk membaca pengumuman-pengumuman yang tertera di stasiun itu.
Setelah karcis sudah di dapat, kami pun menuju terminal berniat pulang. Sesampainya di terminal ternyata bus jurusan ke kota asal kami tidak ada. Dalam situasi yang membingungkan itu, aku berjalan mundur menghindari bus-bus yang sedang ngantri mencari penumpang dan ....
“aaaaaa.....................” aku menjerit. Spontan Agam langsung mengulurkan kedua tangannya dan menolongku yang hampir terjerembab masuk ke lembah hijau yang baunya tidak sedap itu alias got. Aku melihat Agam khawatir tapi juga ingin tertawa namun dia tahan melihatku yang masih merasa syok.
“Untung aja, gak sampai masuk. Memalukan!” Umpatku dalam hati.
Pas banget, pas haus, ada orang jualan buah-buahan. Hampir aja aku kepincut namun aku urungkan niatku membeli setelah aku perhatikan dengan seksama apa yang ada di samping si penjual. Iya, sampah-sampah yang menggunung membuat seleraku hilang. Aku hanya bisa menelan ludah. lama jugaa menunggu bus tidak ada yang muncul satupun, akhirnya kami memutuskan naik angkot dan menunggu bus di jalan depan. Aku memberitahukan hal itu kepada teman-teman gilaku dan walhasil mereka menertawakan aku dan kejadian yang menimpaku. Mungkin juga aku kualat sama kakakku karena di suruh tidur ditempatnya aku tidak mau.. bisa jadi begitu.
Lumayan lama pula hingga akhirnya dapat bus. Ternyata penuh sesak dan tak ada satu pun dari kami yang mendapatkan tempat duduk bahkan kami terpisah. Aku dan Ina berdiri di tengah-tengah penumpang di bagian tengah dan Agam di belakang. Kira-kira kurang dari 30 menit akan sampai di terminal aku baru dapat tempat duduk. “Duh, rasanya kakiku....” aku mengeluh dalm hati.setelah bus berhenti, Ina pun pamit pulang duluan sedang Agam masih menemaniku menunggu jemputan Duwik. Aku pun mengajak Agam makan dan lagi-lagi aku tidak nafsu makan.
Sekitar lima belas menit setelah kami selesai makan, Duwik muncul. Aku menyuruh Agam pulang duluan tapi....
“Mana helmku?” tanyaku pada Duwik
“Lho....?!” Duwik menjerit. Ekspresinya kaget melihat helmku tidak dia bawa. Padahal selesai ngajar di bimbel dia pulang ke kos berniat mengambil helmku lalu kembali menjemputku. Dan walhasil dia lupa membawakan aku helm. Dasar pelupa! Aku menelfon Agam yang masih di tempat parkir, mau pinjam helm. Lalu dia menghampiri kami. Dengan agak bingung Duwik memutuskan tidak jadi meminjam helm. Aku pun menyuruh Agam pulang. Dengan berbagai cara akhirnya aku memutuskan pinjam helm seorang teman yang rumahnya di dekat daerah situ. Dan kami bisa pulang ke kos dengan selamat.
Malam itulah awal pertengkaran dimulai. Aku sms Agam meminta maaf atas sikapku yang tidak seperti biasanya, yang cerewet dan ceplas ceplos. Dan aku juga menceritakan semua apa yang menyebabkannya. Kami salah paham. Aku mengeluh bahwa Agam nyuekin aku dan dia mengira aku menyibukkan diri dengan sms dan telfon teman-teman gilaku Iya, aku tahu aku yang salah dan aku meminta maaf padanya, namun tidak ada jawaban sama sekali.
Keesokan harinya aku mencoba menghubunginya lewat sms namun tidak ada respon. Aku juga menghubunginya melalui e-mailnya dan masih tidak ada respon. “Seberapa besarkah marahnya?” pikirku.
“Apakah kesalahanku yang belum bisa mengerti bagaimana dia sebenarnya tidak bisa dimaafkan?” tanyaku dalam hati. Aku tidak menyerah untuk menghubunginya bagaimanapun caranya agar dia bisa memaafkan aku.
Dan tepat satu minggu kemudian dia membalas semua pesanku. Dia mengutarakan kekecewaannya terhadapku dari awal dia mengenal aku sampai kejadian satu minggu lalu itu. Dia benar-benar sudah membenciku dan ilfil terhadapku. Namun, dia benar. Aku memang tidak dewasa, tidak bisa mandiri juga tidak peka terhadap lingkungan. Aku tidak pernah mengerti bagaimana dia namun sebaliknya, dia mengerti bagaimana aku.
Dan kenapa dia harus menyalah artikan kebaikanku dan niat tulusku selama ini? Apa harus aku jelaskan padanya satu persatu bahwa aku memberi ini karena ini, aku melakukan ini karena ini?? Aku menganggapnya sudah seperti saudara, seperti kakakku sendiri, teman terbaikku dan tempat curhatku. Apa aku salah jika aku memberinya hadiah sebagai ungkapan rasa terima kasih atas kebaikan dia padaku selama dua tahun ini? Walaupun aku tahu dia tidak minta itu tapi aku juga makhluk yang tahu diri.
Bisa di bilang dia juga guru bagiku. Dia mengajarkan banyak hal padaku terutama untuk selalu berfikir positif terhadap orang lain atau segala peristiwa yang terjadi. Dia juga yang mengajariku agar jiwaku harus tetap hidup.
Haruskah suatu hubungan baik berakhir seperti ini?? Tidak adakah jalan untuk memperbaikinya?
Coba share cerpen nih...
jangan lupa like dan komen yaaa...
Marilah berkarya wahai jiwa muda generasi penerus bangsa, hee hee
 himaexa@gmail.com

CERPEN Di Antara yang Tersayang


By: be_imoet

Di minggu pertengahan bulan Maret 2015 tepatnya. Aku sedang berada di puncak kebimbangan menunggu sebuah kepastian dari penantian selama kurang lebih 8 bulan. Iya, selama 8 bulan itu aku berusaha menyembunyikan dan mengingkari adanya sepercik api yang mampu membakar seluruh tubuhku dan selalu mengganggu ketenangan batinku setelah hampir 2 tahun membeku.

Hingga aku tak menyadari dan tak menyangka akan jadi bahan gosip orang-orang di kampus. Kedekatanku dengan seorang cowok ternyata telah menyita sedikit perhatian para penghuni kampus, tak hanya mahasiswa bahkan dosen pun mengakui keberadaanku. Bagaimana tidak? Cowok yang pernah membuat aku merasa senang, sedih, kecewa bahkan marah ternyata orang yang cukup terkenal di fakultasku. Dia terkenal dengan sebutan ’cowok berhati batu’. Hampir semua orang mengenal dia adalah cowok yang anti cewek.

Sebagai pendatang baru aku tak mengerti mengapa sebutan itu begitu melekat pada dirinya. Sebut saja namanya Rizal. Dan di luar dugaan ternyata banyak juga orang yang membenci dia. Aku tak tahu jelasnya apa alasan mereka membenci Rizal Tiap kali aku adu argumen dengan teman-teman, mereka selalu aja berkata
”Iya ya, dia adalah segalanya buatmu. Puji dan bela aja terus... udahlah gak ada gunanya kita debat ma orang yang lagi jatuh cinta, susah!”


Di suatu sore...

”Makanya banyak-banyak membaca biar pinter. Wawasanmu sempit banget sih..!” itulah kalimat yang pertama kali meluncur dari mulut Rizal saat aku tanya tentang tugas Bahasa Inggris.
”Ihh.... Mentang-mentang pinter terus seenaknya aja ngomong ma orang. Pantes aja banyak yang benci ini cowok. Sombong!” kataku dalam hati dengan tetap bersabar mendengarkan ceramah Rizal yang tak mengenal arah itu.
”Udah paham?” tanya Rizal mengagetkanku.
”Udah. Thanks ya...” jawabku singkat sambil berdiri seraya mau melangkahkan kaki, Rizal memanggilku..
”Mau kemana?” tanyanya.
”Pulang.” aku memandang wajahnya yang tersenyum.
”Tumben senyum. Ada apa nih?” tanyaku dalam hati.
”Bentar. Eh kamu tahu gak lagu-lagu terbaru sekarang?” tanyanya.
”Enggak.” aku menjawabnya dan secara tidak langsung aku kembali duduk.
”Kalo lagu ini tahu nggak?” tanyanya lagi.
Aku mendengarkan dengan seksama lagu yang dia puter di Windows meadia player nya. Aku menggeleng. Lalu dia bilang
”Ini lagunya Romance, judulnya Ku Ingin Kamu.”
Aku menganggukan kepala seolah-olah ngerti lagu itu. Padahal dengar juga baru sekali ini.
”Kamu mau aku kasih lagu ini?” tanyanya tiba-tiba.
”Boleh..” jawabku sambil memberikan flashdisk biruku.

Sejak itu, hubunganku ma Rizal makin deket. Hampir tiap hari kita ketemu dan ngobrol. Entah ngobrolin apa aja, yang pasti selalu ada topik diskusi. Aku mulai mengenal satu per satu temen Rizal. Salah satunya adalah Rifky. Rifky itu cowok yang sangat sangat digandrungi oleh para mahasiswi. Mungkin malah ada fans club Rifky kali. Aku tak tahu. Orang yang bisa di bilang masuk kategori cakep, apalagi dia jenius. Siapa sih yang gak mau deket ma dia? Sayangnya dia itu biang gosip. Parahnya lagi aku adalah salah satu patner dia dalam urusan gosip menggosip tentunya. Hahaha...
”Fir, ayo ikut aku. Ada yang pingin aku omongin.” ajak Rizal tiba-tiba saat dia lewat di depanku. Aku yang lagi asyik ngobrol ma Via langsung secepat kilat mengikuti Rizal masuk sebuah ruangan yang lumayan kecil dan adem itu.

Aku membuka pintu berniat mengeluarkan diri dari komunitas cowok pinter yang ada di ruangan itu, lalu
”Firaa, kemana aja sih? Aku cariin dari tadi.” ucap Rizal.
”Gak kebalik tuh? Aku dari tadi ada di sini kok.” jawabku.
Bukannya dari tadi dia nyuekin aku? Dia nongkrong gitu aja diskusi ma temen-temannya. Entah lupa kalo ada aku atau sengaja, aku tak tahu.
”Nah, makanya jangan pergi dong Fira. Biar gak dicariin.” Rifky ikut-ikutan. Seoalh-olah emang aku yang salah, padahal dari tadi aku berdiam diri di deket kerumunan cowok-cowok pinter itu.

Semua langsung tertawa dengan kompaknya. Mungkin kalo ikut lomba paduan suara komunitas kecil mereka bisa jadi juara tuh. Wah, ini membuat aku merasa seperti seorang terpidana yang akan di eksekusi. Rizal mengajakku pindah ruangan. Saat dia lagi curhat, Rifky dkk datang dengan rame-nya. Topik diskusi pun berubah. Rifky si jenius cerita tentang pengalaman dia waktu ke Jogja. Dia bertemu dengan seorang ibu yang lagi hamil saat dia naik bis. Kebetulan tempat duduk mereka bersebelahan. Eh ibu hamil itu bilang
”Nak, kamu itu ganteng ya..”Rifky senyum tersipu malu mendengar pujian ibu itu.
”Mau nggak kamu jadi menantu ibu?” tambah ibu itu yang melihat Rifky tak ada komentar.
”Emm...”
”Ya, biar ibu punya anak yang ganteng.” tambah ibu itu lagi
”Lho, kok gitu kenapa bu?” tanya Rifky.
”Iya, anak ibu kan cewek semua jadi gak ada yang ganteng. Yang masih di dalam aja diramalkan akan keluar sebagai cewek lagi.” Ucap ibu itu sambil mengelus perutnya yang buncit.
Rifky tersenyum kecut.
”Oh, kirain bapaknya yang jelek.” komentar Rifk dalam hati.
Dengan semangat 2015 Rifky masih asyik melanjutkan ceritanya. Dan aku baru sadar bahwa sedari tadi ada banyak pasang mata yang memperhatikan ulahku.
”Mbak, bisa bicara bentar?” tanya seorang mahasiswi berjilbab saat mendapati aku keluar ruangan.
”Iya, ada apa?” tanyaku heran. Aku tak kenal dia bahkan teman-teman yang ada di sampingnya.
”Kamu kok bisa akrab gitu sih ma geng-nya Rizal?” tanya cewek itu.
Waduh, ada apa nih? Kok mendadak aku jadi di interview gini sih.. Aku tak menjawab.
”Secara gitu lho, kamu kan orang baru di sini. Kok bisa sedeket itu ma Rizal?” tanya dia.
Hah?! Apa nih maksudnya? Aku memutar otak mencoba mencari jawaban yang tepat. Sebelum aku sempat menjawab itu cewek berkata..
”Selamat ya mbak..”
Dia menjabat tanganku. Aku masih aja bengong. Ternyata cewek yang berjilbab tadi namanya Rifa. Aku mendengar ada orang yang memanggil nama itu, lalu dia yang merespon.

Aku menikmati semua yang telah terjadi. Hingga aku terlibat percakapan dengan seorang cowok imut. Dia juga merupakan komunitas Rizal tapi gak begitu ngorbit seperti Rizal dan Rifky. Namanya Kurnia. Usut punya usut ternyata aku dan Kurnia sepantaran dan atas persetujuan dia akhirnya aku manggil dia ”Bro”.

Tak di sangka dan tak di duga itu adalah awal renggangnya hubunganku ma Rizal.
”Ehm.. ehm... wuei... ce ile...” ucap segerombolan cowok yang lewat. Aku dan Kurnia yang sedang duduk santai di pojok sebuah ruangan cuma nyengir. Di samping itu ada juga sekelompok cewek yang melihat sinis ke arah kami. Aku baru menyadari kalo ternyata banyak juga cewek yang ngefans ma Kurnia.
”Eh, ternyata bro banyak yang ngefans ya?” tanyanku menggoda.
Kurnia tersenyum dengan manisnya.
”Nggak kalah dengan Rifky dan Rizal kan? Walo gak sebanyak fans mereka.” lalu mencibir.
Aku dan dia tertawa bebarengan. Tiba-tiba….

”O..o… kamu ketahuan?!” Nyanyian Rifky mengagetkan kami berdua. Ternyata acara nobar filmnya sudah usai.
Waktu aku dan Kurnia menoleh, Rizal langsung buang muka.
”Jadi selama ini?” ejek Rifky.
”It does not like what you see!” jawab Kurnia ketus. Rizal masih memandangi langit-langit putih ruangan itu. Sedang aku hanya senyum. Rifky melangkahkan kaki keluar ruangan. Rizal pun ikut berjalan, namun arah Rizal berbalikan dengan Rifky. Menyadari hal itu Rizal pun bergegas balik arah.
”Eh gimana?” tanyaku setelah jejak mereka hilang dari hadapan kami.
”Ihh… Kelihatan banget gitu kok kalo Rizal ada rasa ma kamu. Mukanya masam semasam jeruk nipis.” lalu kita tertawa ngakak.
”Iya bro bisa bilang gitu tapi sayang dia gak ngasih aku kepastian.” ucapku.

Satu minggu kemudian, waktu aku dan Kurnia bertemu, Rizal langsung menghampiri kami.
”Mulai hari ini kalian saya restui.”
Aku dan Kurnia berpandangan. Walo tanpa sepatah katapun kami saling tahu bahwa kami sama-sama tak mengerti maksud ucapan Rizal.
Rizal berdiri di tengah-tengah kami yang lagi duduk.
”I pronounce you to be a husband and wife.” Lanjut Rizal. Aku dan Kurnia semakin tak mengerti.
“What did you say?! You don’t have right to say like that!. You are neither her relative nor the chief!” Kurnia menimpali dengan ketusnya.
Perlahan-lahan Rizal menghilang dari pandangan kami. Aku dan Kurnia saling pandang dan tersenyum kecut. Kali ini senyumanku tak serasa jeruk nipis saja, namun senyuman dengan resep asem+jeruk nipis+cuka di campur jadi satu. Sepertinya Kurnia tahu betapa perihnya batinku.
Kurnia mengajakku pergi dari tempat itu.

Aku sudah membulatkan tekad untuk bertanya pada Rizal, bagaimana perasaan dia terhadapku. Dan bodohnya, aku bertanya lewat telepon. Jadi aku gak tahu dan gak pernah lihat ekspresi wajah Rizal. Dia menjawab pertanyaanku dengan nada yang tegas. ”Hubungan kita hanya sebagai senior dan junior. Kita teman!”
Pingin rasanya aku nangis seketika. Rizal melanjutkan.
”Kemarin Kurnia juga udah tanya ke aku. Ya jawabanku sama dan masih tetap. Kalo misalnya besok-besok ada yang melamar kamu ya gak pa-pa. Aku gak masalah. Eh iya, kenapa kamu gak jadian ma Kurnia aja?”
”Aku sama bro, maksudku Kurnia gak ada apa-apa. Aku menganggap dia udah seperti kakakku sendiri. Dia adalah teman curhatku.” aku kebingungan mau menjawab gimana.
”Eh, eh kalo mang kamu dan Kurnia ada apa-apa juga gak pa-pa kok.” ucapnya lagi sambil tersenyum.
Aku merasa bosan dia berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Akhirnya aku mnyudahi ketololanku itu.
Lima detik kemudian aku menghubungi Kurnia, konfirmasi kenapa dia tidak cerita padaku kalo dia telah tanya ke Rizal. Kurnia menceritakan semua dan dia minta maaf karena tidak langsung menghubungiku saat itu.

Lilin yang tadinya berdiri dengan tegaknya pun meleleh. Air mataku pun tak mau kalah bersaing, dia terus mengalir membanjiri pipiku. Dan aku tak tahu bagaimana kelanjutan kejadian itu hingga aku terbangun di pagi harinya.
Waktu Ujian Tengah Semester aku merasa bahwa sikap Kurnia berubah padaku. Tiap kali aku berusaha ngajak ngobrol dia di kampus, dia hanya bilang ”Sorry, someone is waiting for me.”
Aku pun memutuskan tanya sama dia lewat sms karena aku telfon tidak di angkat.
”Sorry. Kamu perlu tau bahwa sekarang aku lagi dekat sama seseorang. Aku tak ingin dia salah paham dan aku ingin menjaga perasaannya. Kita masih tetap berteman.”
Seketika air mataku pun keluar perlahan-lahan. Aku merasa hampa. Kini aku kehilangan dua orang yang aku sayangi. Sejak itu aku tak lagi menghubungi Kurnia. Semua teman dekatku pun membenci mereka berdua.
”Udahlah Fir, anggap aja kamu tak pernah kenal dengan mereka.” ucap Erika.
”Itu artinya mereka tak layak dekat denganmu karena kamu terlalu baik untuk mereka.” lanjut Rifa.
”Jangan down. Harus tetap semangat dong?! Kamu masih punya kita.” tambah Via.
”Mana Fira yang ceria, ramah dan selalu membuat orang tertawa itu?” ucap April tak mau kalah berargumen.
Karena merekalah aku hampir aja lupa dengan sakit hatiku dan aku mulai semangat lagi melanjutkan perjuangan hidup, tiba-tiba...

Aku melongo melihat seorang cewek yang lagi jalan ma Rizal. Ternyata dia adalah Tyas. Tyas orang yang pernah lumayan dekat denganku.
”Nggak ada cewek lain apa?” ujar teman-temanku dengan sewotnya.
Aku hanya tesenyum sinis.
”Pingin banget aku hadang Rizal lalu aku tonjok dia!” ucapan Via mengagetkan kami. Setahu kami Via adalah orang yang gak bisa marah. Erika, Rifa, juga April masih sibuk berargumen.
”Gimana kabar hatimu sekarang non?” tanya Rifky di smsnya.
Rifky adalah orang yang tak punya masalah denganku dan dia tahu semua perkembanganku. Aku menoleh, ternyata ada Rifky di belakang yang sedari tadi memperhatikanku. Kami pun tersenyum.
”Tabahkan hatimu ya non..” lanjut smsnya.

Ternyata dalam satu bulan aku harus kehilangan dua orang yang aku sayang sekaligus. Betapa pedih dan rapuhnya hatiku menerima kenyataan hingga aku merasa enggan membuka hatiku untuk orang lain.

Special for someone who ever fill my heart every time and someone who want I call bro, I love till the end of the world.


Untuk nama-nama yang tertulis, maaf ya gak izin dulu sama kalian.. hehe
mari berkreasi wahai jiwa muda penerus bangsa...
jangan lupa like & komen yaaa
 himaexa@gmail.com

Atur acara api unggun

                      Ditengah keheningan malam.......... bersana bulan dan bintang yang bertaburam............ bersama pula alunan san...